Sabtu, 12 Januari 2013

Refleksi Kampus : Danau UI



    
Pemanfaatan Danau UI :
Antara Aksesbilitas, Kerusakan Lingkungan dan Penyelamatan  Kolaboratif

Pendahuluan
Degradasi atau penurunan kualitas lingkungan hidup, banyak ditemui pada kota-kota besar termasuk di Kota Depok[1]. Kota Depok merupakan kota dengan dataran landai dengan rata-rata ketinggian 121 meter dari permukaan laut, dan dikelilingi oleh kota-kota besar seperti Kota Bogor dan Kota Jakarta. Letaknya yang dekat dengan Kota Jakarta, menjadikan Kota Depok menjadi daerah penyangga bagi Kota Jakarta. Hal ini sesuai dengan isi Undang-Undang No. 15 Tahun 1999 yang menetapkan Kota Depok yang memiliki luas 20.209 hektare sebagai daerah penyangga bagi Kota Jakarta[2]. “Gelar” daerah penyangga yang dipegang oleh Kota Depok, salah satunya bermakna bahwa Kota Depok memiliki fungsi menjadi daerah resapan air bagi Kota Jakarta. Selain sebagai daerah resapan air bagi Kota Jakarta, jika mengingat letaknya yang secara geografis diantara Kota Jakarta dan Kota Bogor, Kota Depok juga dapat berfungsi lebih, yakni mengelola curahan air dari Kota Bogor yang mengalir menuju Kota Jakarta. “Gelar” daerah penyangga yang dipegang Kota Depok, hendaknya harus segara dikaji dan dikelola lebih baik lagi, karena fungsinya yang sudah mulai luntur. Letak Kota Depok yang  begitu strategis, yakni dekat dengan Kota Jakarta membuat perkembangan Kota Depok berkembang begitu pesat. Perkembangan Kota Depok tidak dapat dipungkiri sebagai salah satu imbas berkembangnya Kota Jakarta. Sebagai imbas dari berkembangnya Kota Jakarta akibatnya, meningkatkan kebutuhan akan ruang usaha dan kepentingan publik dan juga berdampak pada menyempitnya lahan tempat tinggal. Ditambah lagi belum berhasilnya pemerintah terhadap program penanganan urbanisasi sehingga melengkapi memburuknya kebutuhan akan ruang tempat tinggal. Kondisi ini tentu membebani kawasan marjinal kota (sub urban), seperti Kota Depok, yang akhirnya menjadi kawasan penyedia lahan[3].
Selain masalah keterbatasan ruang, perkembangan Kota Depok yang begitu pesat juga tidak diiringi dengan pembangunan yang  ramah lingkungan, hingga akhirnya daerah-daerah resapan air di Kota Depok lambat laun menjadi berkurang. Berkurangnya daerah resapan air yang secara signifikan berkurang adalah daerah danau, baik itu danau buatan atau danau alami. Dari data yang berhasil saya himpun, dari sekitar 30 danau yang terdapat di Kota Depok, ternyata 28 danau dinyatakan dalam keadaan rusak berat atau kritis. Bahkan 5 dari 30 danau yang ada, sudah tidak berfungsi sama sekali.[4]  Berkurangnya daerah resapan air khususnya danau di Kota Depok sudah sangat memprihatinkan, dan berimplikasi pada keharusan seluruh elemen masyarakat Kota Depok untuk turut serta dalam melakukan pengelolaan danau yang ada. Salah satu elemen masyarakat Kota depok yang memiliki peran penting dalam pengelolaan danau adalah Universitas Indonesia.                                           Universitas Indonesia, memiliki 6 buah danau yang 5 diantaranya merupakan danau buatan[5]. Idealnya sesuai peraturan yang berlaku ( SK Rektor UI Tahun 2007 mengenai Pembinaan Lingkungan Kampus),  danau UI hanya diperuntukan fungsinya sebagai daerah edukasi, rekreasi, dan daerah resapan air. Namun, pada kenyataannya banyak masyarakat yang mengambil manfaat lebih dari danau UI diluar peruntukan yang semestinya. Fenomena ini menjadi menarik untuk dianalisis lebih lanjut, untuk melihat bagaimana bentuk  akses masyarakat terhadap danau UI, dampaknya yang dihasilkan serta kerusakan yang ditimbulkan dan bagaimanakah pola-pola penyelamatan danau UI, sebagai salah satu “situs” ekologis perkotaan.
Danau UI : Sebuah Gambaran Ekologis
Universitas Indonesia merupakan sebuah lembaga pendidikan tinggi di Indonesia yang dimiliki oleh pemerintah dan mempunyai fasilitas-fasilitas penting di dalamnya. Universitas Indonesia berdiri pada tahun 1849 dan merupakan institusi atau lembaga pendidikan dengan sejarah paling tua di Asia.[6] Secara geografis, lokasi kampus UI berada di dua area yang cukup berjauhan, yakni kampus Salemba dan kampus Depok. Kampus Depok memiliki luas lahan mencapai 320 hektar dan mayoritas fakultas UI berada di Depok, dengan atmosfer green kampus karena 25% lahan hanya digunakan sebagai sarana akademik dan non akademik, selebihnya 75% lahan UI bisa dikatakan sebagai area hijau berwujud hutan kota yang mencirikan ekosistem hutan tropis dengan tiga bentuk ekosistem unggulan yaitu : ekosistem pepohonan yang bersumber dari Indonesia bagian timur, ekosistem pepohonan wilayah Indonesia bagian barat, dan komplek vegetasi asli JABODETABEK yang dipadu serasi dengan daerah hutan jati mas yang tumbuh hijau diantara gedung Rektorat UI, FASILKOM, serta FISIP UI.[7] Kampus UI Depok, secara teritorial berdiri diatas 2 wilayah administratif yang berbeda. Kampus UI Depok bagian utara (danau salam - danau puspa), masuk dalam wilayah administratif kota Jakarta Selatan, Provinsi DKI Jakarta. Sedangkan kampus UI bagian selatan (danau ulin – danau aghatis), masuk dalam wilayah administratif Kota Depok, Jawa Barat.
     Danau UI adalah danau yang berada di lingkungan kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Enam Danau yang berlokasi di daerah UI tersebut memiliki nama yaitu, Kenanga, Aghatis, Mahoni, Puspa, Ulin, Salam, dan jika nama dari masing-masing danau di UI tersebut di ambil huruf depannya, maka akan membentuk satu yakni KAMPUS. Setiap danau, diberi nama sesuai dengan nama-nama pohon yang dahulu banyak tumbuh di wilayah kampus UI. Danau UI masuk dalam jenis danau“Eutropik” sebutan untuk danau yang dangkal dan kaya akan kandungan makanan, karena fitoplankton sangat produktif. Ciri-cirinya adalah airnya keruh, terdapat bermacam-macam organisme, dan oksigen terdapat di daerah profundal.[8]        
Adapun lokasi-lokasi dari keenam danau tersebut yaitu :
1.      Danau kenanga berlokasi di antara Gedung Rektorat Balairung dan  Masjid UI yang dibangun tahun 1992 dengan luas 28.000 m2  . Danau kenanga sebenarnya adalah danau semi buatan. Dahulu danau kenanga merupakan daerah rawa yang dangkal, yang kemudian dibentuk dan digali kembali hingga berbentuk seperti sekarang.
2.      Danau Agathis berlokasi di antara FMIPA dan Politeknik Negeri Jakarta, dibangun tahun 1995 dengan luas 20.000 m2.
3.      Danau Mahoni terletak di sebelah Utara dan Selatan Kampus yang dibatasi oleh jalan utama lingkar selatan (sebelah timur FIB dan PSJ, serta sebelah Barat FE), dibangun pada tahun 1996 dengan luas 45.000 m.              
4.      Danau Puspa terletak antara Danau Ulin dan Danau Mahoni, dibangun pada tahun 1995 dengan luas 20.000 m2 .  
5.      Danau Ulin berlokasi diantara Danau Puspa dan Danau Salam dan dibangun pada tahun 1998 dengan luas 72.000 m2 .  
6.       Danau Salam, yang berlokasi  bersejajar sesuai aliran dari selatan ke utara sebagai bagian rangkaian Danau Ulin dan Danau Puspa, yang dibangun pada tahun 1998 dengan luas 42.000 m2.[9]
Pemanfaatan Danau : Antara Aksesbilitas dan Dampak Ekologis
Mengacu pada pola pikir teori akses (Ribot, J.C., & N.L. Peluso 2003)[10], danau UI saya kategorikan sebagai sebuah sumber daya properti bagi Universitas Indonesia. Pengkategorian sebagai sumber daya properti dikarenakan danau UI merupakan hak milik Universitas Indonesia, yang didasarkan atas klaim, konvensi atau kekuatan hukum yang ada. Pemanfaatan dan pengelolaan danau UI secara properti tunduk dan patuh pada aturan pengelolaan para pengelola kampus UI. Saya melihat bahwa danau-danau di kampus UI pada satu sisi memang merupakan sebuah sumber daya properti, karena berdasarkan hak yang disandarkan pada klaim dan hukum yang ada. Namun disisi lain, saya juga melihat bahwa danau UI tidak hanya dapat disebut sebagai sebuah sumber daya properti, namun juga dapat disebut sebagai sebuah akses. Dalam teorinya, Ribot J.C., & N.L. Peluso, mendefinisikan akses sebagai sebuah kemampuan mengambil manfaat dari hal-hal termasuk objek material, orang, lembaga dan simbol-simbol. Dengan fokus pada kemampuan mengambil manfaat dari sebuah objek material atau sumber daya, saya melihat bahwa danau UI adalah sumber daya yang dapat diambil manfaatnya oleh seluruh masyarakat sekitar UI, dan seluruh masyarakat itu sendiri memiliki kemampuan untuk mengambil manfaatnya secara langsung atau tidak langsung. Bentuk akses akan sumber daya demikianlah yang saya sebut sebagai open access.
Selain menganalisis bahwa danau UI merupakan sebuah open access, saya juga menganalisis bagaimanakah bentuk-bentuk pemanfaatan dan dampak-dampak yang ditimbulkan dari bentuk pemanfaatan danau UI sebagai sebuah open access. Pemanfaatan-pemanfaatan tersebut saya menganalisisnya dengan konsep teori akses dan membaginya berdasarkan  2 macam jenis mekanisme akses, yakni legal access dan ilegal access. Legal access intinya adalah hak yang  didefinisikan oleh hukum, aturan, atau konvensi yang membentuk kontrol dan pengelolaan terhadap akses. Kepemilikan berdasar-hukum mencakup akses lewat memegang hak milik dengan izin dan lisensi dimana pemegangnya dapat mengendalikan akses. Orang lain yang tidak memilikinya harus datang pada pemegang izin dan lisensi tersebut untuk memperoleh atau mengelola akses. Sedangkan ilegal access adalah pemanfaatan yang mengarah pada kesenangan mengambil manfaat dari sesuatu dengan cara yang secara sosial tidak dikenakan sanksi oleh negara atau pihak yang berwenang. Bentuk-bentuk pemanfaatanya antara lain :
1. legal access
Pemanfaatan dengan mekanisme legal access pada danau UI, secara singkat dapat diartikan sebagai pemanfaatan danau UI berdasarkan peraturan yang ada. Peraturan yang menyangkut mengenai pemanfaatan dan pengelolaan danau UI yakni SK Rektor UI mengenai Pembinaan Lingkungan Kampus (PLK) tahun, 2007. Peraturan tersebut mengamanatkan pemanfaatan danau-danau di wilayah kampus UI, difungsikan sebagai sarana-sarana seperti dibawah ini :
  1. Pemanfaatan Danau UI Sebagai Sarana Edukasi
Danau UI dimanfaatkan sebagai sarana edukasi, dalam arti danau UI dijadikan sebagai sarana penunjang bagi para civitas akademika Universitas Indonesia dalam melakukan riset, atau penelitian.
b.      Sebagai Sarana Rekreasi
Relaks dan bersantai merupakan salah satu kebutuhan psikologis manusia yang bernilai positif[11]. Kebutuhan manusia akan rileks dan bersantai salah satunya dipenuhi dengan cara rekreasi. Rekreasi yang dilakukan bertujuan untuk melepaskan penat dan stres akan rutinitas, atau masalah-masalah yang sedang dihadapi. Salah satu media rekreasi adalah dengan cara berkunjung ke tempat-tempat yang dianggap memiliki nilai keindahan atau dapat menenangkan dan menyenangkan perasaan. Danau UI (khususnya danau Salam dan danau Kenanga), kerap kali dikunjungi baik oleh civitas akademika UI, atau masyarakat sekitar UI untuk berekreasi.
c.                   Sebagai Daerah Resapan Air
Danau UI sebagai daerah resapan air, jika melihat dari perspektif secara fungsional dapat dikatakan bahwa inilah fungsi danau UI yang utama. Menurut penjabaran Kepress RI No.32 Tahun 1990, tentang pengelolaan kawasan lindung, danau berfungsi sebagai daerah resapan air, pengendali banjir, dan menjaga ketersediaan air tanah. Fungsi ini sangat penting bagi Kota Jakarta dan Depok secara umum, dan bagi kampus UI secara khusus. Jika danau tidak dikelola dengan baik, maka dapat mengakibatkan banjir, atau musibah kekeringan yang dikarenakan hilangnya ketersediaan air tanah.
2. Ilegal access
Pemanfaatan danau UI dengan mekanisme ilegal access, secara singkat dapat diartikan sebagai pemanfaatan danau UI diluar peraturan yang telah ditentukan. Pemanfaatan dengan mekanisme ilegal access, mengarah pada kesenangan mengambil manfaat dari sesuatu dengan cara yang secara sosial tidak dikenakan sanksi oleh negara atau pihak yang berwenang. Ilegal access banyak dilakukan dengan cara “negoisasi” peraturan dengan cara melakukan lobi pada aparat, atas dasar hubungan sosial (pertemanan) dan pemakluman keadaan. Beberapa bentuk pemanfaatan dengan mekanisme ilegal access antara lain :
a. Kegiatan Memancing Ikan
. Kegiatan memancing ikan, walaupun dianggap sebagai kegiatan yang ilegal dan dilarang untuk dilakukan namun kegiatan tersebut masih tetap ”marak” dilakukan oleh masyarakat.
b . Kegiatan Menjala Ikan
Kegiatan menjala ikan, memang merupakan kegiatan yang tidak sepopuler kegiatan memancing. Para penjala, menjala ikan dengan menggunakan rakit dan jala.  Rakit yang digunakan tergolong sederhana, karena terbuat dari susunan bambu yang diikat yang ditambah dengan susunan ban bekas yang dipasang diujung rakit. Jala yang digunakan, juga tergolong biasa seperti jala yang digunakan untuk menjala ikan pada umumnya.
c.                   Berjualan
Salah satu kegiatan yang merupakan akses yang ilegal dalam memanfaatkan danau UI adalah berjualan. Kegiatan berjualan yang biasa masyarakat lakukan adalah dengan cara menjajakan minuman seperti kopi atau teh manis, dan juga makanan ringan seperti roti atau gorengan. Jika dianalisis lebih lanjut, kegiatan berjualan di danau UI sebenarnya merupakan efek turunan dari bentuk-bentuk akses terhadap danau UI yang lainnya. Kehadiran orang-orang yang berjualan, hadir dikarenakan banyaknya orang yang ada untuk memanfaatkan danau UI. Para pedagang merasa kehadiran orang-orang yang memanfaatkan danau UI sebagai sebuah peluang untuk menjajakan dagangannya.
d.                  Kegiatan Membuang Sampah
Kegiatan membuang sampah menurut pengamatan saya merupakan kegiatan yang paling merusak yang dilakukan dalam kerangka mekanisme ilegal access. Kegiatan membuang sampah pada danau UI dilakukan oleh masyarakat dengan dua cara, yakni secara langsung dan tidak langsung. Berdasarkan  data yang saya himpun, diketahui bahwa sampah yang ada di danau UI khususnya di danau Puspa merupakan hasil pembuangan sampah yang dilakukan secara tidak langsung. Sampah-sampah tersebut berasal dari pasar Kemiri Muka, Depok dan masuk ke danau UI karena dibawa oleh arus melewati gorong-gorong air. Sedangkan sampah yang yang secara langsung dibuang, didominasi oleh sampah yang dibuang oleh para civitas akademika itu sendiri, dan sampah hasil sisa para pedagang sekitar danau UI.
Setelah membahas mengenai bentuk-bentuk pemanfaatan yang dilakukan, selanjtnya saya akan menjelaskan dampak-dampak apa sajakah yang dtimbulkan dari pemanfaatan-pemanfaatan tersebut. Dampak-dampak tersebut antara lain :
a. Dampak Positif
Danau UI berdampak secara ekonomi pada masyarakat sekitar kampus UI. Berdasarkan hasil pengamatan, danau UI menjadi salah satu sarana mencari nafkah baik secara langsung maupun tidak langsung pada pemanfaatnya.

b. Dampak Negatif
            Dampak negatif  dari pemanfaatan  danau UI adalah kerusakan pada lingkungan danau itu sendiri . Kerusakan tersebut, banyak didominasi  karena pembuangan sampah yang sembarangan baik secara langsung atau tidak langsung. Pemancingan ikan dan pengambilan ikan dengan menjalanya secara terus menerus juga mengambil andil dalam kerusakan lingkungan danau. Pemancingan dan penjalaan ikan yang  terus menerus, dapat mengganggu keseimbangan ekosistem danau itu sendiri. Sedangkan sampah yang menumpuk, dapat menjadi polutan yang merusak ekosistem danau, mengganggu keseimbangan daerah resapan air, bahkan dapat menjadi sarang berkembangnya penyakit. Pada akhirnya, kerusakan lingkungan danau UI itu sendiri akan berdampak pada manusia disekitarnya, baik dalam bentuk bencana alam (banjir atau kekeringan), atau wabah penyakit.
Kerusakan Danau UI : Sebuah Bentuk Politics Of Unsustainability
Kerusakan pada danau UI, sebagai konsekuensi dari aksesbilitasnya dapat kita lihat sebagai sebuah kerusakan yang mayoritas dilakukan oleh manusia. Masalah  pembuangan sampah (baik langsung maupun tidak langsung) yang dilakukan tanpa adanya regulasi yang tepat dan bertanggungjawab dinilai sebagai salah satu penyebab terbesar dari kerusakan danau UI. Ketidakjelasn regulasi yang tepat dan bertanggungjawab inilah daerah yang kemudian menyebabkan apa yang disebut sebagai Politics Of Unsustainability[12]. Politics Of Unsustainability, didefiniskan oleh Shoreman, Elanor E., & Nore Haenn (2009), dalam tulisannya “Regulation, Conservation, and Collaboration : Ecological Anthropology in the Mississippi Delta” sebagai sebuah keadaan non ekologis (sosial, politik, hukum, ekonomi, kultural ) yang buruk yang juga menyebabkan buruknya keadaan ekologis (lingkungan primer, alam). Keadaan Non ekologis yang buruk dalam hal ini saya melihatnya dalam bidang hukum atau aturan yang tidak jelas dalam penanganan sampah di danau UI.
            Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sampah yang beredar di danau UI mayoritas merupakan sampah yang bukan berasal dari sekitaran danau UI. Jika kita mengamati lebih mendalam, sampah-sampah yang banyak bertebaran merupakan sampah-sampah pasar yang berasal dari pasar kemiri muka, Depok. Sampah-sampah tersebut dibuang ke gorong-gorong yang kemudian hanyut dan terbawa (atau sengaja diarahkan), ke danau UI.
            Yang menjadi persoalan besar adalah, kemudian tidak adanya tindakan penyelesaian yang berkelanjutan dari pemerintah kota Depok untuk menyelesaikan masalah tersebut. Padahal jika kita mengacu kembali pada aturan UU No. 15 Tahun 1999 tentang kota Depok sebagai daerah penyangga (khususnya dalam hal ekologis daerah ibukota Jakarta), harusnya ini menjadi salah satu poin dan perhatian khusus yang dilakukan oleh pemerintah kota. Setali tiga uang dengan pemerintah Depok, solusi-solusi yang dilakukan oleh kampus UI tidak kalah “acak adutnya”. Beberapa kali penyelesaian atas kerusakan danau UI hanya dilakukan dengan tindakan-tindakan yang temporal bahkan seremonial semata namun tidak menyelesaikan akar dari permasalahan tersebut secara utuh. Salah satu pengalaman dari tindakan penyelamatan seremonial yang pernah saya saksikan adalah ketika penyelamatan danau UI di awal tahun 2012. Ketika itu pihak rektorat UI dibantu oleh departemen lingkungan BEM UI dan departemen sosial kemasyarakatan se-UI mengadakan sebuah acara pembersihan danau UI (tepatnya di danau puspa) dengan tajuk #SaveDanauUI.
            Kegiatan ini menurut saya merupakan kegiatan yang besar namun cukup sia-sia. Bagiamana tidak, dengan jumlah peserta yang cukup banyak namanun tidak memberikan dampak yang signifikan dan berkelanjutan. Hasilnya secara singkat bisa dirasakan, namun seminggu kemudian danau yang sudah dibersihkan menjadi kotor kembali karena sampah. Solusi-solusi yang harus dilakukan kemudian harusnya merupakan solusi yang berkelanjutan dan kolaboratif untuk menjawab permasalahan secara utuh.
Penyelamatan Kolaboratif : Solusi Berkelanjutan Penyelamatan Danau UI    
Masalah pembuangan sampah ditambah dengan Politics Of Unsustainability dalam dimensi aturan atau hukum , sudah seharusnya mendapatkan solusi yang tepat dalam penyelesainnya. Solusi yang tepat ini pula diharapkan bukan hanya menjawab permasalahan secara secara parsial dan temporal namun dapat menjawab secara holistik dan berkelanjutan. Salah satu, solusi penyelamatan yang holisitk dan berkelanjutan yang saya nilai tepat untuk menyelamatkan danau UI adalah dengan cara penyelamatan kolaboratif.
Penyelamatan kolaboratif, menurut Peraturan Menteri Kehutanan P.19/2004 merupakan sebuah tindakan penyelamatan dengan mempertimbangkan keterlibatan dari banyak pihak yang memiliki kepentingan atas sebuah objek atau sumber daya tersebut. Lain halnya dengan apa yang dijelaskan oleh Moseley, C. (2003[13]). Menurutnya, pendekatan penyelamatan kolaboratif merupakan proses dimana pihak yang berlatar belakang plural berunding dan bereskperimen untuk mendefinisikan prioritas, mengembangkan solusi termasuk hubungan masing-masing pihak terhadap pengelolaan sumber daya alam. Mengikuti pola pikir dari Moseley kemudian, hal pertama yang kita lakukan dalam penyelamatan kolaboratif adalah mendefinisikan prioritas pihak-pihak yang berkepentingan, atau kemudian yang disebut sebagai analisis pemangku kepentingan.
Dalam analisis pemangku kepentingan, perlu dipetakan kemudian kepentingan-kepentingan, solusi dan hambatan apa sajakah yang ada dilapangan. Mapping dalam analisis pemangku kepentingan ini pula penting halnya khususnya dalam menghindari konflik dalam usaha penyelamatan danau UI . Setelah melakukan analisis kepentingan pihak-pihak yang terkait, perlu adanya intensi lebih untuk mengkomunikasikan solusi dan pola penyelamatan yang bagaimanakah yang harus dilakukan untuk menyelamatkan danau UI.
Proses komunikasi yang dilakukan perlu memberikan sebuah hasil belajar yang dapat memberikan solusi yang kolaboratif dan berkelanjutan terhadap pemecahan kerusakan danau UI. Secara umum, saya mengusulkan proses komunikasi pihak-pihak yang terkait seperti skema di bawah ini :
Setelah melakukan proses analisis kepentingan, lalu melakukan proses komunikasi yang melibatkan partisipasi dan proses belajar didalamnya, langkah selanjutnya yang harus dilakukan dalam sebuah penyelamatan kolaboratif menurut Moseley adalah melakukan evaluasi pelaksanaan yang kemudian dijadikan bahan dalam melihat faktor pendukung dan penghambat dalam proses penyelamatan kolaboratif tersebut, sehingga tercipta sebuah solusi yang bukan hanya bersifat holistik namun juga bersifat berkelanjutan.
Kesimpulan
Pemanfaatan-pemanfaatn yang dilakukan oleh masyarakat sekitar kampus UI memiliki dampak baik dampak yang positif, maupun dampak yang negatif. Dampak pemanfaatan yang positif dilahirkan dari pemanfaatan danau yang bertanggung jawab yang berkomitmen pada aturan dan mengacu pada pemanfaatan danau yang ramah lingkungan dan cenderung konservatif. Sedangkan dampak pemanfaatan danau yang negatif, dilahirkan dari pemanfaatan danau yang tidak bertanggung jawab, tidak ramah lingkungan dan cenderung eksploitatif. Pada masalah kerusakan danau UI hendaknya diselesaikan dengan pola penyelamatan yang holistik dan berkelanjutan, yakni dengan penyelamatan kolaboratif. Langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam penyelamatan kolaboratif antara lain (1) Analisis pemangku kepentingan (2) menciptakan proses belajar komunikasi dan partisipasi dalam rangka penyelamatan (3) Melakukan evaluasi terhadap faktor penghambat dan pendukung proses penyelamatan yang kolaboratif.
            Terakhir, dalam melakukan pemanfaatan lingkungan hendaknya dilakukan dengan arif dan bijak, dengan selalu mengingat bahwa alam bukanlah sumber daya yang diwariskan oleh nenek moyang yang dapat dimanfaatkan dengan seenaknya, melainkan alam adalah warisan anak cucu yang harus dijaga dan dipelihara.

















 









Daftar Pustaka

Koentjaraningrat.1979. Pengantar Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.
Moseley, C. 2003. “Constrained Democracy: Environmental Outcomes and Collaborative Management.” Paper presented at the conference entitled, Evaluating Methods and Environmental Outcomes of Community-Based Collaborative Processes, Salt Lake City, September 14-16, 2003.
Ribot, J.C., & N.L. Peluso 2003 “A Theory of Access”, dalam Rural Sociology 68/2 : 153-170.
Shoreman, Eleanor. “Regulation, Collaboration, and Conservation: Ecological Anthropology in the Mississippi Delta” Human Ecology. 37 (2009): 90-107.


Referensi Internet :
www.depok.go.id/ (25 Desember 2012-11.35 WIB)
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-5114-3106100603-bab1.pdf ( 25 Desember 2012-14.30 WIB)
http://indonesiahijau.or.id (25 Desember 2012-12.30 WIB)
http://indonesiahijau.or.id (25 Desember 2012-12.33 WIB)
http://www.ui.ac.id/id/    (25 Desember 2012-14.30 WIB)



[1]  Diikhtisar dari http://indonesiahijau.or.id (25 Desember 2012-12.30 WIB)
[2] Dikutip dari  www.depok.go.id/ (25 Desember 2012-11.35 WIB)
[3] Dikutip dari : http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-5114-3106100603-bab1.pdf ( 25 Desember 2012-14.30 WIB)
[4] Dikutip dari : http://indonesiahijau.or.id (25 Desember 2012-12.33 WIB)
[5] Dikutip dari : http://www.ui.ac.id/id/  (25 Desember 2012-14.30 WIB)
[6] Dikutip dari http://www.ui.ac.id/id/profile/page/pengantar ( 25 Desember 2012-18:35 WIB)
[7] Dikutip dari http://www.ui.ac.id/id/campus/page/green-campus ( 25 Desember 2012-18:40 WIB)
[9]   Dikutip dari http://www.ui.ac.id/id/campus/page/green-campus (25 Desember 2012 - 18.45 WIB)
[10] Diintisari dari : Ribot, J.C., & N.L. Peluso 2003 “A Theory of Access”, dalam Rural Sociology 68/2 : 153-170.

[11] Koentjaraningrat.1979. Pengantar Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta, pp 32-33
[12] Diintisari dari : Shoreman, Eleanor. “Regulation, Collaboration, and Conservation: Ecological Anthropology in the Mississippi Delta” Human Ecology. 37 (2009): 90-107.
[13] Moseley, C. 2003. “Constrained Democracy: Environmental Outcomes and Collaborative Management.” Paper presented at the conference entitled, Evaluating Methods and Environmental Outcomes of Community-Based Collaborative Processes, Salt Lake City, September 14-16, 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar