Rabu, 13 November 2013

Insomnia

Insomnia

Karena kata yang tak sempat terucap.
atau tanya yang tak pernah terjawab.
Hingga waktu tahu..
Inilah saatnya untuk menutup mata dan terpejam

Mimpiku adalah kamu
13 November 2013

Pukul  3.14

Senin, 11 November 2013

Menjawab Ateisme

Menjawab Doktrin Ateisme

Ateisme atau faham yang tidak mempercayai adanya keberadaan tuhan tentunya bukan hal yang asing di tengah-tengah kita. Ateisme hadir dalam setiap sendi kehidupan, baik dalam tataran ideologis (dogma), praktis, maupun ilmu pengetahuan. Dalam dunia ilmu pengetahuan sendiri, sudah banyak para pemikir yang menasbihkan dirinya sebagai seorang ateis. Sebut saja Richard Dawkins dengan The God Delusion yang menyedot perhatian  dunia Internasional dengan karyanya yang cukup “nyentrik” tersebut. Selain Dawkins, dunia ilmu pengetahuan juga mengenal nama-nama seperti Christopher Hitchens dengan judul karyanya yang provokatif yaitu God is Not Great dan yang terakhir adalah Sam Harris dengan bukunya yang berjudul The End of Faith
Dalam perpektif saya pribadi, menjadi menarik kemudian mempelajari bagaimana trend ateisme ini dapat terjadi khususnya dalam dunia ilmu pengetahuan? Adakah yang salah dengan ilmu pengetahuan? Atau agama sendiri yang selama ini yang digunakan sebagai alat “tuhan” tidak memberikan hasil apapaun terhadap kehidupan manusia?

Ilmu Pengetahuan VS Agama

Hal pertama yang menurut saya merupakan penyebab dari trend  ateisme di masyarakat adalah adanya wacana pertentangan antara ilmu pengetahuan dan agama. Wacana pertentangan antara ilmu pengetahuan dan agama sendiri bukanlah hal yang baru dalam khazanah berkehidupan masyarakat. Wacana pertentangan ini sendiri muncul akibat dari kedua fungsi mendasar dari ilmu pengetahuan dan agama sebagai sumber dari kebenaran (source of truth), yang sama-sama memiliki pandangan sendiri atas klaim kebenaran tersebut.
Dalam ilmu pengetahuan, sebuah kebenaran merupakan hal yang perlu diuji kebenarnya secara real, dan dapat diterima oleh nalar dengan prinsip-prinsip logika dan metode yang sahih dan dapat dipertanggung jawabkan. Sedangkan dalam agama, tentunya sumber kebenaran yang ada bersumber dari ajaran-ajaran ketuhanan yang lebih menekankan pada hal spiritual, tidak nampak secara materi, dan bersifat dogmatis.
Pertentangan antara sumber-sumber kebenaran itulah yang menurut saya menjadi salah satu hal yang memiliki andil yang cukup besar dalam menciptakan trend ateisme di masyarakat. Karena semakin dianggap “modern” sebuah masyarakat, maka masyarakat tersebut akan cenderung lebih mempercayai pada hal-hal yang berbau ilmiah, dan membentuk kategorisasi tersendiri akan kebenaran mana yang akan dia ambil sebagai sebuah jalan hidup.

Violance : In the name of God!

Disamping karena pertentangan antara sumber-sumber kebenaran yakni ilmu pengetahuan dan agama. Trend ateisme sendiri menurut saya muncul ditengarai karena meningkatkanya kasus-kasus kekerasan yang mengatasnamakan agama dan juga ajaranya terhadap tuhan. Tentunya kita tidak dapat lupa kasus WTC pada September 2001, kasus bom Bali I dan II dan juga serangkaian kasus kekerasaan lain yang mengatasnamakan agama dan ajaran tuhan. Kasus-kasus tersebut, di tengah-tengah masyarakat “modern” seakan –akan menjadi sebuah “pecut” akan munculnya tend ateisme kontemporer, yang juga dibalut akan semangat kebencian bahwa agamalah yang merupakan biang keladi dari kasus-kasus kekerasan tersebut.

Menjawab dengan logika dan “bahasa”

Bagaimanakah kemudian kita menjawab akan munculnya trend ateisme karena hal-hal diatas?. Dalam hal ini saya menawarkan dua hal untuk menjawab hal tersebut yakni dengan menggunakan logika dan juga bahasa.
Jika kita teliti dalam membaca argumen kaum ateis, banyak yang menyandarkan argument ateisnya pada ilmu pengetahuan, bahwa keberadaan tuhan tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Menurut saya inilah titik lemah argument dari kaum ateis. Jika berbicara tentang bukti bahwa tuhan tidak dapat dibuktikan keberadannya secara ilmiah, secara logika hal tersebut juga sejalan dengan pemikiran bahwa ilmu pengetahuan juga juga belum mampu untuk menjelaskan ketidakberadaan tuhan.  Logika materialis yang secara ilmiah sering dijadikan sandaran kaum ateis dalam argumennya, seakan menjadi lebih kerdil jika kita mengingat ketidakberdayaan manusia dalam alam material untuk melakukan eksplorasi pada alam semesta. Kaum ateis, dalam pandangan saya terlalu terburu-buru menyatakan ketidakberadaan tuhan tanpa memahami hakikat dan logikanya sendiri.

Selain menggunakan logika, untuk menjawab akan munculnya trend ateisme adalah dengan menggunakan bahasa. Dalam pengertian bahasa secara umum tentunya kita mengenal konsep Langue dan  parole melalui karya  Ferdinand de Saussure dalam karyanya yakni Course in General Linguistics. Langue sendiri merupakan konsep kata-kata dalam pikiran sedangkan parole merupakan ujaran/ ucapan dari konsep tersebut. Contohnya saja dalam pikiran kita, ada konsep yang disebut sebagai gelas. Gelas di alam konsepsi pikiran kita merupakan sebuah benda yang terbuat dari kaca yang berfungsi untuk minum, sedangkan dalam ujaran atau parole nya kita mengujarkan benda tersebut dengan kata GELAS. Meskipun, hubungan antara langue dan parole sendiri bersifat arbitrer (acak) namun, yang kita tahu pasti sebuah ujaran tidak akan pernah ada atau hadir tanpa adanya konsepsi yang mendasari dari ujaran tersebut. Dengan kata lain kata merupakan representasi symbol dari konsep yang berada di alam pikiran kita. Lantas apa hubungannya dengan ateisme?. Kaum ateis tentunya selalu berargumen bahwa tuhan itu tidak ada. Ada yang aneh dan tidak logis menurut saya dari pernyataan tersebut jika kita memahami bahwa kata tuhan sendiri merupakan simbol atau representasi dari konsep yang berada di alam pikiran kita. Jika kaum ateis menyatakan bahwa tuhan itu tidak ada, sebenarnya mereka sendiri sudah menegasikan argument mereka sendiri dengan kata tuhan yang mengindikasikan keberadaan tuhan itu sendiri minimal dalam alam pikiran mereka sendiri.