Kamis, 26 Januari 2012

Nasionalisme Vietnam : Sebuah Narasi “Kiri” Masyarakat Pemberontak


Nasionalisme Vietnam : Sebuah Narasi “Kiri” 
Masyarakat Pemberontak

“Nationalism is the term used in two related sense, first to identify an ideology and secondly, to describe a sentiment. ( Dictionary of International Relations : G.Evans & J.Newnham)”[1]

Dengan berpijak pada definisi atau batasan diatas, bahwa nasionalisme merupakan sebuah kata yang mengacu dalam dua buah pengertian yakni pertama, mengidentifikasi sebuah ideologi dan kedua, untuk menggambarkan sebuah sentimen, maka tulisan ini ditulis dengan tujuan memberikan gambaran sebuah narasi umum pembentukan nasionalisme di Vietnam dengan berkaca pada ideologi dan sentimen negara tersebut.
1. Sentimen : Akar Imaji Nasionalisme
            Radcliffe Brown seorang antropolog dalam bukunya, The Method of Ethnology and Social Antrhopology (1958)[2], menjelaskan mengenai sebuah pembentukan masyarakat yang dianggapnya bukan merupakan sebuah entitas namun melalui sebuah proses. Dalam proses pembentukan masyarakat tersebut, Brown melihat bahwa pembentukan masyarakat dilahirkan dari adanya relasi sosial dari person to person dalam masyarakat. Relasi sosial tersebut juga, baru akan terjadi dalam masyarakat jika adanya solidaritas antar person untuk saling menjaga peran dan statusnya masing-masing untuk tetap berjalan. Namun, untuk menjalankan solidaritas tersebut ada hal yang sangat penting untuk dimiliki setiap person dalam masyarakat yakni sentimen atau perasaan yang mengandung nilai-nilai didalamnya. Terlepas kemudian dari apa yang dibicarakan Brown dalam bukunya, kita dapat melihat bahwa sentimen yang mengandung nilai-nilai, memiliki arti penting dalam membentuk struktur , pola pemikiran, dan prilaku dalam masyarakat, termasuk pada pembentukan imaji nasionalisme dalam masyarakat tersebut. Sentimen dalam masyarakat yang mengandung nilai-nilai, kemudian tentu saja dapat dilihat dari struktur dan adat istiadat masyarakat tersebut. Dalam tulisan ini, untuk melihat sentimen pembentuk nasionalisme dalam masyarakat Vietnam kiranya kita perlu untuk melihat terlebih dahulu struktur masyarakat dan nilai-nilai yang terdapat didalamnya.
1.1 Struktur Masyarakat Vietnam
            Dalam melihat struktur dalam masyarakat Vietnam sebagai dasar dalam pembentukan imaji nasionalisme kebangsaan bukanlah hal yang mudah. Struktur masyarakat yang bersifat  dinamis hendaknya dilihat dengan menggunakan sebuah klasifikasi umum yang dapat merangkul segi dinamis dari struktur tersebut. Dalam tulisan ini, saya mencoba untuk menggambarkan struktur yang menimbulkan sentimen tersebut dengan menggunakan klasifikasi, periodisasi waktu. Berikut merupakan gambaran struktur masyarakat Vietnam dari waktu ke waktu.

a. Struktur Sejarah Awal
Orang-orang Vietnam merupakan perpaduan dari ras, bahasa, dan budaya, unsur-unsur seperti yang diurutkan oleh etnolog, ahli bahasa, dan arkeolog. Seperti itu benar untuk sebagian besar wilayah Asia Tenggara, Semenanjung Indocina persimpangan jalan untuk migrasi banyak orang, termasuk penutur bahasa Austronesia, Mon-Khmer, dan Tai. Bahasa Vietnam menyediakan beberapa petunjuk untuk campuran budaya orang-orang Vietnam. Meskipun bahasa yang terpisah dan berbeda, Vietnam meminjam banyak kosa kata dasar dari Mon-Khmer, tonalitas dari bahasa Tai, dan beberapa fitur tata bahasa dari kedua Mon-Khmer dan Tai. Vietnam juga menunjukkan beberapa pengaruh dari bahasa Austronesia, serta infus besar istilah sastra, politik, dan filsafat Cina periode selanjutnya.  Daerah yang sekarang dikenal sebagai Vietnam telah dihuni sejak zaman Paleolitik, dengan beberapa situs arkeologi di Provinsi Thanh Hoa dikabarkan datang kembali beberapa ribu tahun. Menurut tradisi Vietnam awal, pendiri bangsa Vietnam Hung Vuong[3], penguasa pertama dari dinasti semi legenda Hung (2879-258 SM, tanggal mitologis) dari kerajaan Van Lang. Hung Vuong, dalam mitologi Vietnam, adalah anak tertua dari Lac Quan Panjang (Lac Dragon Lord), yang datang ke Delta Sungai Merah dari rumahnya di laut, dan Au Co. Panjang lac Quan, seorang pahlawan budaya Vietnam, yang dilegendakan dengan mengajar orang bagaimana untuk menanam padi.
b. Stuktur Masyarakat Tradisional
          Selanjutnya, dari masyarakat dengan struktur awal tersebut masyarakat Vietnam kemudian berkembang menuju struktur masyarakat yang disebut sebagai struktur masyarakat yang tradisonal. Masyarakat tradisonal Vietnam sendiri memiliki beberapa ciri-ciri yakni hidup sebagai besar bergantung pada hasil sawah (agraris), dan umumnya tunduk pada nilai-nilai konfusuisme. Nilai-nilai konfusuisme yang dianut oleh masyarakat tradisional Vietnam, meletakkan dasar-dasar ajarannya pada lima hubungan yang mendasar[4] :1. Jelata tunduk pada penguasa, 2. Anak tunduk kepada ayah, 3. Istri tunduk kepada suami, 4.Saudara muda tunduk pada saudara tua, 5. Saling menghormati sesama teman. Hubungan-hubungan subordinasi demikianlah yang dipegang teguh kemudian oleh masyarakat Vietnam pada stuktur masyarakat tradisional. Pada perkembangannya kemudian tradisi ajaran-ajaran subordinasi konfusuisme tersebut menjadi bagian besar dari evolusi besar nilai-nilai dimasyarakat, dimana mengarahkan masyarakat Vietnam menjadi masyarakat yang  penuh dengan hierarki yang otoriter, yang kemudian menciptakan masyarakat  monarki yang absolut.
c. Struktur Masyarakat 1954-1975
Setelah pernyataan kemerdekaan pada tanggal 2 September 1945 dari penjajahan Prancis, ternyata Vietnam sebagai sebuah bangsa belum dapat lepas sepenuhnya dari poiltik kolonial Prancis. Dengan berbagai cara, Prancis mencoba mengembalikan “taring” kekuasaanya di Tanah Vietnam. Pada akhirnya, Prancis dapat melakukan berbagai perundingan yang berujung adu domba, dan penetapan keputusan partisi kolonial di Vietnampada tahun 1954 . Keputusan partisi kolonial merupakan keputusan sepeihak dari pemerintah kolonial yang membagi Vietnam kepada 2 wilayah besar yakni Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Keputusan tersebut, sebenarnya merupakan salah satu strategi kolonial, dalam mengadu domba dua buah ideologi besar di Vietnam yakni Ideologi Nasionalis, yang kemudian berkembang di Vietnam Selatan dan ideologi Komunis yang berkembang di Vietnam Utara.
Pembagian wilayah yang berbasis Ideologis tersebut, bukan hanya mengubah bentuk dari wilayah Vietnam namun juga mengubah struktur dan nilai-nilai masyarakat didalamnya. Vietnam Utara atau yang sering disebut Viet Chong, wilyah Vietnam berbasis Ideologis Komunis, dalam struktur masyarakatnya melakukan perubahan yang amat daramatis, atau mengutip bahasa masyarakat komunis yakni melakukan perubahan yang sangat “revolusioner”. Segala macam perubahan yang terjadi di Vietnam Utara merupakan perubahan yang didasarkan atas prinsip perjuangan kelas Marxis, dan melibatkan tidak kurang dari penciptaan struktur sosial yang sama sekali baru. Kelas-kelas kepemilikan dihilangkan, dan kediktatoran proletar didirikan di mana buruh dan tani muncul sebagai master baru nominal negara sosialis dan akhirnya tanpa kelas.
Perubahan yang terjadi secara “revolusioner” pada masyarakat Vietnam Utara, ternyata tidak berlaku pada masyarakat Vietnam Selatan. Setelah partisi tahun 1954, struktur masyarakat Vietnam Selatan tidak mengalami perubahan yang begitu banyak. Perkotaan-pedesaan jaringan Selatan peran, sangat bergantung pada perekonomian petani, tetap utuh meskipun masuknya hampir satu juta pengungsi dari Utara, dan reformasi tanah, dimulai tidak antusias pada tahun 1956, memiliki sedikit dampak sosial ekonomi dalam menghadapi obstruksi oleh pemilik tanah kelas. Berbeda dengan Utara, tidak ada doktriner, upaya terorganisir untuk mereorganisasi masyarakat secara fundamental atau untuk menanamkan nilai-nilai budaya baru dan sanksi sosial. Rezim Ngo Dinh Diem lebih peduli dengan kelangsungan hidup sendiri dibanding dengan langsung perubahan sosial revolusioner, dan jika memiliki visi reformasi sosial politik sama sekali, visi yang difusif. Selain itu, tidak memiliki organisasi politik yang sebanding dalam semangat kepada aparatur partai Hanoi dalam rangka mencapai tujuannya. Pada akhirnya, stagnansi yang terjadi di Vietnam Selatan mengarahkan struktur masayrakat Vietnam Selatan pada ketidakberubahan dari sistem hierarkis yang feodal dimana kepemilikan tanah masih dimiliki oleh para penguasa dan orang kaya, dan petani atau masyarakat pedesaan tetap menjadi masyarakat miskin yang tertinggal.
d. Struktur Setelah 1975
            Runtuhnya pemerintahan Saigon(Vietnam selatan) pada bulan April 1975 menetapkan panggung untuk sebuah babak baru dan tidak pasti dalam evolusi masyarakat Vietnam. Kekuasaan Vietnam diambil alih oleh pemerintahan komunis, dimana pemerintahan komunis melarang adanya hak kepemilikan pribadi dan menekankan kepemilikan kolektif di masyarakat. Rekonstruksi pasca perang saudarapun berlangsung dengan sangat lama, bahakan sempat mengalami saat-saat terburuk ketika Vietnam mencoba intuk menginvasi Kamboja dalam rangka membebaskan rekan mereka yakni, Khmer Rouge yang mengalami penindasan. Akibatnya, hal tersebut memperburuk kondisi politik dan ekonomi Vietnam, yang mengakibatkan Vietnam semakin tergantung pada bantuan dari Uni Soviet.
            Pada tahun 1986, pemerintahan komunis menerapkan kebijakan pasar bebeas (free [5]market), yang kemudian lebih dikenal oleh masyarakat sebagai kebijakan Doi Moi (renovasi), dimana pemerintah melakukan penataan ulang terhadap regulasi- regulasi kepemilikan. Ketika Doi Moi itu pula arus investasi asing diizinkan masuk ke Vietnam. Meski demikian, negara tetap menjadi kekuatan terbesar dalam kehidupan masyarakat Vietnam hingga sekarang.


2. Ideologi : Sebuah Katalis Nasionalisme
            Setelah membahas mengenai struktur dan nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat Vietnam dari waktu ke waktu. Selanjutnya saya akan membahas salah satu,   yang mendasari munculnya semangat nasionalisme selain sentimen yang mengandung nilai dalam struktur masyarakat, yakni Ideologi. Ideologi disini diartikan sebagai seperangkat asumsi dan ide tentang perilaku sosial dan sistem sosial[6]. Berkenaan tentang arti dari ideologi tersebut, dapat dilihat bahwa prilaku sosial dan sistem sosial yang ada di masyarakat Vietnam, termasuk imaji dari nasionalisme itu sendiri bermula dan dipercepat penyebaraannya atas dasar semangat ideologi yang menjadi corak didalamnya. Ideologi tersebut mewaranai khususnya urat syaraf kehidupan masyarakat yakni tradisi kekuasaan atau tradisi politik. Tradisi politik negara merupakan salah satu penerapan ide meminjam dengan kondisi masyarakat adat.
Dalam banyak hal, Marxisme-Leninisme hanya merupakan sebuah bahasa baru di mana untuk mengekspresikan orientasi budaya lama tetapi memeiliki konsistensi dan kecenderungan didalamnya . Proses politik Vietnam,  karena itu, banyak menggabungkan mitologi nasional sebagai dari keprihatinan pragmatis yang ditimbulkan oleh isu-isu saat ini. Pengaruh besar pada budaya politik Vietnam yang berasal dari Cina. Lembaga-lembaga politik Vietnam yang ditempa oleh 1.000 tahun pemerintahan China (111 SM sampai AD 939). Sistem Cina kuno, berdasarkan Konfusianisme, mendirikan pusat politik yang dikelilingi oleh subjek yang setia. Para Konghucu menekankan pentingnya desa, endowing dengan otonomi tetapi jelas mendefinisikan hubungannya dengan pusat. Mereka yang memerintah melakukannya dengan "mandat dari langit." Meskipun mereka sendiri tidak dianggap ilahi, mereka diperintah oleh hak ilahi dengan alasan kebajikan mereka, yang diwujudkan dalam kebenaran moral dan kasih sayang bagi kesejahteraan rakyat. Sebuah monarki memiliki sifat-sifat menerima tanpa syarat kesetiaan rakyatnya. Pemilihan pejabat birokrasi adalah berdasarkan ujian pelayanan sipil, bukan keturunan, dan lembaga pemerintah dipandang hanya sebagai saluran untuk kebijaksanaan unggul dari penguasa.
Vietnam mengadopsi sistem politik dari satu milik tetangga di Asia Tenggara mereka, yang diidentifikasi penguasa sebagai dewa yakni China. Namun demikian, interpretasi Vietnam dari sistem berbeda dari orang-orang Cina baik di tingkat kesetiaan diperluas ke dalam aturan dan dalam sifat hubungan antara lembaga pemerintahan dan orang-orang yang memerintah. Di Vietnam, kesetiaan kepada seorang raja itu bersyarat atas keberhasilan dalam membela wilayah nasional. Sebuah sejarah dominasi China telah peka Vietnam untuk pentingnya mempertahankan integritas wilayah mereka. Di Cina, kontrol teritorial tidak membangkitkan semangat derajat yang sama. Dalam menafsirkan peran lembaga pemerintah, kepercayaan Vietnam juga bertentangan dengan teori Konfusianisme. Sedangkan Konghucu berpendapat bahwa lembaga yang tentu bawahan penguasa yang saleh, praktek Vietnam memegang berlawanan untuk menjadi kenyataan. Lembaga yang diberkahi dengan otoritas bawaan tertentu atas individu, suatu sifat diwujudkan dalam kecenderungan untuk menciptakan institusi Vietnam yang kompleks dan berlebihan. Meskipun pengaruh Konfusianisme, praktek Vietnam menunjukkan iman dalam struktur administrasi dan dalam pendekatan legalis untuk masalah politik yang jelas Vietnam, tidak Confucianist.
Namun demikian, sifat Konghucu masih terlihat di Vietnam pada pertengahan 1980-an. Dalam hubungan antara penguasa dan rakyat, sistem Konghucu dan komunis tampaknya berdampingan lebih mudah antara petani Vietnam Utara daripada di antara saudara-saudara mereka yang konon lebih mudah tersinggung di Selatan, dimana pengaruh India dan Prancis melebihi yang dari Cina. Mencari alasan untuk menjelaskan fenomena tersebut, beberapa pengamat menyatakan bahwa kesulitan yang lebih besar yang dihadapi dalam transformasi provinsi selatan Vietnam menjadi masyarakat komunis bertangkai, di bagian, dari daerah ini yang telah paling Sinicized. Selain itu, pengaruh Asia Tenggara di Vietnam Selatan, seperti Buddhisme Theravada, telah menciptakan sebuah iklim budaya di mana hubungan dengan pusat kekuasaan yang jauh norma. Selain itu, sistem politik Selatan telah cenderung untuk mengisolasi pusat, baik secara simbolik dan fisik, dari mayoritas rakyat, yang tidak punya cara yang jelas akses ke pemerintah mereka. Selatan juga telah yang pertama jatuh ke Prancis, yang telah memperluas pengaruh mereka di sana dengan mendirikan pemerintahan kolonial. Di Utara, bagaimanapun, Prancis telah dipertahankan hanya protektorat dan telah memungkinkan ukuran pemerintahan sendiri. Akibatnya, pengaruh Perancis di Utara kurang dari di Selatan dan merupakan halangan kecil untuk pengenaan komunisme.
Pengaruh China modern, dan khususnya doktrin Mao Zedong dan Partai Komunis China, pada budaya politik Vietnam adalah masalah lebih rumit. Para pemimpin Vietnam, termasuk Ho Chi Minh, menghabiskan waktu di Cina, tetapi mereka telah membentuk kesan-kesan mereka komunisme di Paris dan Moskow dan melalui Moskow-diarahkan pada koneksi Komintern. Keberhasilan Revolusi Komunis China pada tahun 1949, bagaimanapun, diilhami komunis Vietnam untuk melanjutkan revolusi mereka sendiri. Hal ini juga memungkinkan mereka untuk melakukannya dengan memperkenalkan Republik Rakyat Cina sebagai sumber penting dukungan material. Kedua Nasional Partai Kongres, yang diselenggarakan pada tahun 1951, mencerminkan tekad yang baru untuk mendorong maju dengan tujuan partai, termasuk rekonstruksi masyarakat untuk mencapai tujuan komunis dan reformasi tanah.
Model Soviet, juga, bisa dilihat dalam praktek politik Vietnam. Di bidang prosedur hukum, praktek birokrasi, dan manajemen industri, sistem Vietnam lebih dekat menyerupai sistem Soviet daripada Cina. Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, para pemimpin VCP tertarik terutama dengan kemajuan yang dibuat dalam pembangunan ekonomi Soviet. Pada kebanyakan kasus, bagaimanapun, kebijakan dan institusi Vietnam, daripada mengikuti ketat untuk model baik Cina atau Uni Soviet, cenderung menjadi respon dasarnya Vietnam untuk masalah Vietnam. Hubungan permusuhan tradisional dengan negara-negara tetangga juga membantu mendefinisikan budaya politik Vietnam. Lama negara keretakan dengan Kamboja dan Cina, yang berkembang menjadi konflik terbuka pada tahun 1978 dan 1979 masing-masing, menunjukkan kebutuhan untuk melihat hubungan kontemporer dalam perspektif sejarah. Sikap Hanoi mengenai hubungan dengan kedua tetangga didasarkan sebanyak terbiasa dalam pola pertukaran seperti dalam keprihatinan saat ini untuk keamanan nasional. Hal ini juga tegas berbasis di Vietnam tradisi perlawanan terhadap kekuasaan asing, yang telah menjadi tema daya tarik besar untuk patriot Vietnam sejak zaman dominasi Cina. Para anggota pendiri VCP adalah elit setuju dari sebuah negara terjajah. Mereka tertarik pada Marxisme-Leninisme tidak hanya untuk teori-teori sosial, tetapi juga karena respon Leninis untuk penaklukan kolonial. Ho sendiri dilaporkan lebih peduli dengan masalah imperialisme Perancis dibandingkan dengan perjuangan kelas.
Pada akhirnya dapat dilihat bahwa Ideologi sebagai seperangkat ide mengenai asumsi struktur sosial dan prilaku masyarakat yang diinginkan juga, dapat membentuk, mengarahkan, bahkan menjadi katalis dalam perubahan dalam masyarakat termasuk semangat kebangsaan dan nasionalisme kepada negara.


Kesimpulan
1.      Dalam Nasionalisme Vietnam ada dua faktor  besar yang mendasari pembentukan nasionalisme tersebut yakni sentimen yang mengandung nilai dalam masyarakat, dan juga ideologi yang berfungsi sebagai katalis dalam perubahan ide asumsi pemikiran tentang negara dan bermasyarakat
2.      Sentimen yang mengandung nilai, yang menjadi salah satu faktor penting timbulnya nasionalisme contohnya    dalam masyarakat Vietnam ada nilai-nilai keterikatan akan nenek moyang yang sama (Hung Vuong) dan juga pembawa kebudayaan (Cultural hero) yang sama yang mengajarkan kebudayaan dan peradaban pertama bagi masyarakat Vietnam.
3.      Sentimen dan nilai-nilai dalam masyarakat Vietnam yang salah satunya menjadi faktor penting dalam pembentukan nilai-nilai nasionalisme adalah hubungan-hubungannya dengan nilai-nilai dasar konfusuisme yang hierarkis dalam masyarakat. Hubungan-hubungan masyarakat yang hierarkis, membentuk pola-pola masyarakat yang subordinat dan dalam bentuk ektremnya mengahasilkan masyarakat yang otoriter. Hal ini sangat berhubungan, pada proses transformasi kemudian masyarakat Vietnam dalam hal Ideologis dimana infiltrasi nilai-nilai komunisme menjadi mudah berkembang karena sesuai dengan semangat perlawanan masyarakat yang terlalu hierarkis menjadi masyarakat yang tanpa kelas.
4.      Nilai-nilai ideologis dari komunisme menjadi sebuah katalis bagi nationalisme bangsa Vietnam. Bangsa Vietnam semenjak dahulu sudah merasa terkungkung dalam sistem masyarakat yang hierarkis sehingga sistem ideologis komunis menjadi salah satu angin segar bagi masyarakat Vietnam untuk membebaskan diri mereka dari kungkungan sistem yang hierarkis.





Daftar Pustaka
Referensi Buku :
Evans, G & Newnham, J. 1998. Dictionary of International Relations. London : Penguin Books.
Brown, Radcliffe. 1958. Method In Social Anthropology.Chicago :The University Of Chicago Press.
Huynh Sanh Thong, ed. trans The Heritage of Vietnamese Poetry.New Haven, 1979
Ronald J. Cima, ed Vietnam:. Sebuah Studi Negara. Washington: GPO untuk Perpustakaan Kongres, 1987.
Ebenstein, William. 1994. Today`s ISMS. Jakarta :Erlangga.
Referensi Internet :






[1] Evans, G & Newnham, J. 1998. Dictionary of International Relations. London : Penguin Books.
[2] Brown, Radcliffe. 1958. Method In Social Anthropology.Chicago :The University Of Chicago Press
[3] Dikutip dari : Huynh Sanh Thong, ed. trans The Heritage of Vietnamese Poetry.New Haven, 1979.
[4] Dikutip dari : Ronald J. Cima, ed Vietnam:. Sebuah Studi Negara. Washington: GPO untuk Perpustakaan Kongres, 1987.
[5] Dikutip dari : www.countrystudies.us ( diakses pada : 10-11-2011)
[6] Ebenstein, William. 1994. Today`s ISMS. Jakarta :Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar