Nasionalisme
Vietnam : Sebuah Narasi “Kiri”
Masyarakat
Pemberontak
“Nationalism
is the term used in two related sense, first to identify an ideology and
secondly, to describe a sentiment. ( Dictionary of International Relations :
G.Evans & J.Newnham)”[1]
Dengan
berpijak pada definisi atau batasan diatas, bahwa nasionalisme merupakan sebuah
kata yang mengacu dalam dua buah pengertian yakni pertama, mengidentifikasi
sebuah ideologi dan kedua, untuk menggambarkan sebuah sentimen, maka tulisan
ini ditulis dengan tujuan memberikan gambaran sebuah narasi umum pembentukan
nasionalisme di Vietnam dengan berkaca pada ideologi dan sentimen negara
tersebut.
1. Sentimen : Akar Imaji Nasionalisme
Radcliffe Brown seorang antropolog dalam
bukunya, The Method of Ethnology and
Social Antrhopology (1958)[2],
menjelaskan mengenai sebuah pembentukan masyarakat yang dianggapnya bukan
merupakan sebuah entitas namun melalui sebuah proses. Dalam proses pembentukan
masyarakat tersebut, Brown melihat bahwa pembentukan masyarakat dilahirkan dari
adanya relasi sosial dari person to
person dalam masyarakat. Relasi sosial tersebut juga, baru akan terjadi
dalam masyarakat jika adanya solidaritas antar person untuk saling menjaga peran dan statusnya masing-masing untuk
tetap berjalan. Namun, untuk menjalankan solidaritas tersebut ada hal yang
sangat penting untuk dimiliki setiap person
dalam masyarakat yakni sentimen atau perasaan yang mengandung nilai-nilai didalamnya.
Terlepas kemudian dari apa yang dibicarakan Brown dalam bukunya, kita dapat
melihat bahwa sentimen yang mengandung nilai-nilai, memiliki arti penting dalam
membentuk struktur , pola pemikiran, dan prilaku dalam masyarakat, termasuk
pada pembentukan imaji nasionalisme dalam masyarakat tersebut. Sentimen dalam
masyarakat yang mengandung nilai-nilai, kemudian tentu saja dapat dilihat dari
struktur dan adat istiadat masyarakat tersebut. Dalam tulisan ini, untuk
melihat sentimen pembentuk nasionalisme dalam masyarakat Vietnam kiranya kita
perlu untuk melihat terlebih dahulu struktur masyarakat dan nilai-nilai yang terdapat
didalamnya.
1.1
Struktur Masyarakat Vietnam
Dalam melihat struktur dalam
masyarakat Vietnam sebagai dasar dalam pembentukan imaji nasionalisme
kebangsaan bukanlah hal yang mudah. Struktur masyarakat yang bersifat dinamis hendaknya dilihat dengan menggunakan
sebuah klasifikasi umum yang dapat merangkul segi dinamis dari struktur
tersebut. Dalam tulisan ini, saya mencoba untuk menggambarkan struktur yang
menimbulkan sentimen tersebut dengan menggunakan klasifikasi, periodisasi
waktu. Berikut merupakan gambaran struktur masyarakat Vietnam dari waktu ke
waktu.
a.
Struktur Sejarah Awal
Orang-orang
Vietnam merupakan perpaduan dari ras, bahasa, dan budaya, unsur-unsur seperti
yang diurutkan oleh etnolog, ahli bahasa, dan arkeolog. Seperti itu benar untuk
sebagian besar wilayah Asia Tenggara, Semenanjung Indocina persimpangan jalan
untuk migrasi banyak orang, termasuk penutur bahasa Austronesia, Mon-Khmer, dan
Tai. Bahasa Vietnam menyediakan beberapa petunjuk untuk campuran budaya
orang-orang Vietnam. Meskipun bahasa yang terpisah dan berbeda, Vietnam
meminjam banyak kosa kata dasar dari Mon-Khmer, tonalitas dari bahasa Tai, dan
beberapa fitur tata bahasa dari kedua Mon-Khmer dan Tai. Vietnam juga
menunjukkan beberapa pengaruh dari bahasa Austronesia, serta infus besar
istilah sastra, politik, dan filsafat Cina periode selanjutnya. Daerah yang sekarang dikenal sebagai Vietnam
telah dihuni sejak zaman Paleolitik, dengan beberapa situs arkeologi di
Provinsi Thanh Hoa dikabarkan datang kembali beberapa ribu tahun. Menurut
tradisi Vietnam awal, pendiri bangsa Vietnam Hung Vuong[3],
penguasa pertama dari dinasti semi legenda Hung (2879-258 SM, tanggal
mitologis) dari kerajaan Van Lang. Hung Vuong, dalam mitologi Vietnam, adalah
anak tertua dari Lac Quan Panjang (Lac Dragon Lord), yang datang ke Delta
Sungai Merah dari rumahnya di laut, dan Au Co. Panjang lac Quan, seorang pahlawan budaya Vietnam, yang
dilegendakan dengan mengajar orang bagaimana untuk menanam padi.
b. Stuktur
Masyarakat Tradisional
Selanjutnya, dari masyarakat dengan
struktur awal tersebut masyarakat Vietnam kemudian berkembang menuju struktur
masyarakat yang disebut sebagai struktur masyarakat yang tradisonal. Masyarakat
tradisonal Vietnam sendiri memiliki beberapa ciri-ciri yakni hidup sebagai
besar bergantung pada hasil sawah (agraris), dan umumnya tunduk pada
nilai-nilai konfusuisme. Nilai-nilai konfusuisme yang dianut oleh masyarakat
tradisional Vietnam, meletakkan dasar-dasar ajarannya pada lima hubungan yang
mendasar[4]
:1. Jelata tunduk pada penguasa, 2. Anak tunduk kepada ayah, 3. Istri tunduk
kepada suami, 4.Saudara muda tunduk pada saudara tua, 5. Saling menghormati
sesama teman. Hubungan-hubungan subordinasi demikianlah yang dipegang teguh
kemudian oleh masyarakat Vietnam pada stuktur masyarakat tradisional. Pada
perkembangannya kemudian tradisi ajaran-ajaran subordinasi konfusuisme tersebut
menjadi bagian besar dari evolusi besar nilai-nilai dimasyarakat, dimana
mengarahkan masyarakat Vietnam menjadi masyarakat yang penuh dengan hierarki yang otoriter, yang
kemudian menciptakan masyarakat monarki
yang absolut.
c. Struktur
Masyarakat 1954-1975
Setelah
pernyataan kemerdekaan pada tanggal 2 September 1945 dari penjajahan Prancis,
ternyata Vietnam sebagai sebuah bangsa belum dapat lepas sepenuhnya dari
poiltik kolonial Prancis. Dengan berbagai cara, Prancis mencoba mengembalikan
“taring” kekuasaanya di Tanah Vietnam. Pada akhirnya, Prancis dapat melakukan
berbagai perundingan yang berujung adu domba, dan penetapan keputusan partisi
kolonial di Vietnampada tahun 1954 . Keputusan partisi kolonial merupakan
keputusan sepeihak dari pemerintah kolonial yang membagi Vietnam kepada 2
wilayah besar yakni Vietnam Utara dan Vietnam Selatan. Keputusan tersebut,
sebenarnya merupakan salah satu strategi kolonial, dalam mengadu domba dua buah
ideologi besar di Vietnam yakni Ideologi Nasionalis, yang kemudian berkembang
di Vietnam Selatan dan ideologi Komunis yang berkembang di Vietnam Utara.
Pembagian
wilayah yang berbasis Ideologis tersebut, bukan hanya mengubah bentuk dari
wilayah Vietnam namun juga mengubah struktur dan nilai-nilai masyarakat
didalamnya. Vietnam Utara atau yang sering disebut Viet Chong, wilyah Vietnam
berbasis Ideologis Komunis, dalam struktur masyarakatnya melakukan perubahan
yang amat daramatis, atau mengutip bahasa masyarakat komunis yakni melakukan
perubahan yang sangat “revolusioner”. Segala macam perubahan yang terjadi di
Vietnam Utara merupakan perubahan yang didasarkan atas prinsip perjuangan kelas
Marxis, dan melibatkan tidak kurang dari penciptaan struktur sosial yang sama
sekali baru. Kelas-kelas kepemilikan dihilangkan, dan kediktatoran proletar
didirikan di mana buruh dan tani muncul sebagai master baru nominal negara
sosialis dan akhirnya tanpa kelas.
Perubahan
yang terjadi secara “revolusioner” pada masyarakat Vietnam Utara, ternyata
tidak berlaku pada masyarakat Vietnam Selatan. Setelah partisi tahun 1954,
struktur masyarakat Vietnam Selatan tidak mengalami perubahan yang begitu
banyak. Perkotaan-pedesaan jaringan Selatan peran, sangat bergantung pada
perekonomian petani, tetap utuh meskipun masuknya hampir satu juta pengungsi
dari Utara, dan reformasi tanah, dimulai tidak antusias pada tahun 1956,
memiliki sedikit dampak sosial ekonomi dalam menghadapi obstruksi oleh pemilik
tanah kelas. Berbeda dengan Utara, tidak ada doktriner, upaya terorganisir
untuk mereorganisasi masyarakat secara fundamental atau untuk menanamkan
nilai-nilai budaya baru dan sanksi sosial. Rezim Ngo Dinh Diem lebih peduli
dengan kelangsungan hidup sendiri dibanding dengan langsung perubahan sosial
revolusioner, dan jika memiliki visi reformasi sosial politik sama sekali, visi
yang difusif. Selain itu, tidak memiliki organisasi politik yang sebanding
dalam semangat kepada aparatur partai Hanoi dalam rangka mencapai tujuannya.
Pada akhirnya, stagnansi yang terjadi di Vietnam Selatan mengarahkan struktur
masayrakat Vietnam Selatan pada ketidakberubahan dari sistem hierarkis yang
feodal dimana kepemilikan tanah masih dimiliki oleh para penguasa dan orang
kaya, dan petani atau masyarakat pedesaan tetap menjadi masyarakat miskin yang
tertinggal.
d. Struktur Setelah 1975
Runtuhnya
pemerintahan Saigon(Vietnam selatan) pada bulan April 1975 menetapkan panggung
untuk sebuah babak baru dan tidak pasti dalam evolusi masyarakat Vietnam. Kekuasaan
Vietnam diambil alih oleh pemerintahan komunis, dimana pemerintahan komunis
melarang adanya hak kepemilikan pribadi dan menekankan kepemilikan kolektif di
masyarakat. Rekonstruksi pasca perang saudarapun berlangsung dengan sangat
lama, bahakan sempat mengalami saat-saat terburuk ketika Vietnam mencoba intuk
menginvasi Kamboja dalam rangka membebaskan rekan mereka yakni, Khmer Rouge
yang mengalami penindasan. Akibatnya, hal tersebut memperburuk kondisi politik
dan ekonomi Vietnam, yang mengakibatkan Vietnam semakin tergantung pada bantuan
dari Uni Soviet.
Pada
tahun 1986, pemerintahan komunis menerapkan kebijakan pasar bebeas (free [5]market),
yang kemudian lebih dikenal oleh masyarakat sebagai kebijakan Doi Moi (renovasi), dimana pemerintah
melakukan penataan ulang terhadap regulasi- regulasi kepemilikan. Ketika Doi Moi itu pula arus investasi asing
diizinkan masuk ke Vietnam. Meski demikian, negara tetap menjadi kekuatan
terbesar dalam kehidupan masyarakat Vietnam hingga sekarang.
2. Ideologi : Sebuah Katalis Nasionalisme
Setelah
membahas mengenai struktur dan nilai-nilai yang terkandung dalam masyarakat
Vietnam dari waktu ke waktu. Selanjutnya saya akan membahas salah satu, yang mendasari munculnya semangat
nasionalisme selain sentimen yang mengandung nilai dalam struktur masyarakat,
yakni Ideologi. Ideologi disini diartikan sebagai seperangkat asumsi dan ide
tentang perilaku sosial dan sistem sosial[6].
Berkenaan tentang arti dari ideologi tersebut, dapat dilihat bahwa prilaku
sosial dan sistem sosial yang ada di masyarakat Vietnam, termasuk imaji dari nasionalisme
itu sendiri bermula dan dipercepat penyebaraannya atas dasar semangat ideologi
yang menjadi corak didalamnya. Ideologi tersebut mewaranai khususnya urat
syaraf kehidupan masyarakat yakni tradisi kekuasaan atau tradisi politik.
Tradisi politik negara merupakan salah satu penerapan ide meminjam dengan
kondisi masyarakat adat.
Dalam banyak
hal, Marxisme-Leninisme hanya merupakan sebuah bahasa baru di mana untuk
mengekspresikan orientasi budaya lama tetapi memeiliki konsistensi dan
kecenderungan didalamnya . Proses politik Vietnam, karena itu, banyak menggabungkan mitologi
nasional sebagai dari keprihatinan pragmatis yang ditimbulkan oleh isu-isu saat
ini. Pengaruh besar pada budaya politik Vietnam yang berasal dari Cina.
Lembaga-lembaga politik Vietnam yang ditempa oleh 1.000 tahun pemerintahan
China (111 SM sampai AD 939). Sistem Cina kuno, berdasarkan Konfusianisme,
mendirikan pusat politik yang dikelilingi oleh subjek yang setia. Para Konghucu
menekankan pentingnya desa, endowing dengan otonomi tetapi jelas mendefinisikan
hubungannya dengan pusat. Mereka yang memerintah melakukannya dengan
"mandat dari langit." Meskipun mereka sendiri tidak dianggap ilahi,
mereka diperintah oleh hak ilahi dengan alasan kebajikan mereka, yang
diwujudkan dalam kebenaran moral dan kasih sayang bagi kesejahteraan rakyat.
Sebuah monarki memiliki sifat-sifat menerima tanpa syarat kesetiaan rakyatnya.
Pemilihan pejabat birokrasi adalah berdasarkan ujian pelayanan sipil, bukan
keturunan, dan lembaga pemerintah dipandang hanya sebagai saluran untuk
kebijaksanaan unggul dari penguasa.
Vietnam
mengadopsi sistem politik dari satu milik tetangga di Asia Tenggara mereka,
yang diidentifikasi penguasa sebagai dewa yakni China. Namun demikian,
interpretasi Vietnam dari sistem berbeda dari orang-orang Cina baik di tingkat
kesetiaan diperluas ke dalam aturan dan dalam sifat hubungan antara lembaga
pemerintahan dan orang-orang yang memerintah. Di Vietnam, kesetiaan kepada
seorang raja itu bersyarat atas keberhasilan dalam membela wilayah nasional.
Sebuah sejarah dominasi China telah peka Vietnam untuk pentingnya
mempertahankan integritas wilayah mereka. Di Cina, kontrol teritorial tidak
membangkitkan semangat derajat yang sama. Dalam menafsirkan peran lembaga
pemerintah, kepercayaan Vietnam juga bertentangan dengan teori Konfusianisme.
Sedangkan Konghucu berpendapat bahwa lembaga yang tentu bawahan penguasa yang
saleh, praktek Vietnam memegang berlawanan untuk menjadi kenyataan. Lembaga
yang diberkahi dengan otoritas bawaan tertentu atas individu, suatu sifat
diwujudkan dalam kecenderungan untuk menciptakan institusi Vietnam yang
kompleks dan berlebihan. Meskipun pengaruh Konfusianisme, praktek Vietnam
menunjukkan iman dalam struktur administrasi dan dalam pendekatan legalis untuk
masalah politik yang jelas Vietnam, tidak Confucianist.
Namun
demikian, sifat Konghucu masih terlihat di Vietnam pada pertengahan 1980-an.
Dalam hubungan antara penguasa dan rakyat, sistem Konghucu dan komunis
tampaknya berdampingan lebih mudah antara petani Vietnam Utara daripada di
antara saudara-saudara mereka yang konon lebih mudah tersinggung di Selatan,
dimana pengaruh India dan Prancis melebihi yang dari Cina. Mencari alasan untuk
menjelaskan fenomena tersebut, beberapa pengamat menyatakan bahwa kesulitan
yang lebih besar yang dihadapi dalam transformasi provinsi selatan Vietnam
menjadi masyarakat komunis bertangkai, di bagian, dari daerah ini yang telah
paling Sinicized. Selain itu, pengaruh Asia Tenggara di Vietnam Selatan,
seperti Buddhisme Theravada, telah menciptakan sebuah iklim budaya di mana
hubungan dengan pusat kekuasaan yang jauh norma. Selain itu, sistem politik
Selatan telah cenderung untuk mengisolasi pusat, baik secara simbolik dan
fisik, dari mayoritas rakyat, yang tidak punya cara yang jelas akses ke
pemerintah mereka. Selatan juga telah yang pertama jatuh ke Prancis, yang telah
memperluas pengaruh mereka di sana dengan mendirikan pemerintahan kolonial. Di
Utara, bagaimanapun, Prancis telah dipertahankan hanya protektorat dan telah
memungkinkan ukuran pemerintahan sendiri. Akibatnya, pengaruh Perancis di Utara
kurang dari di Selatan dan merupakan halangan kecil untuk pengenaan komunisme.
Pengaruh
China modern, dan khususnya doktrin Mao Zedong dan Partai Komunis China, pada
budaya politik Vietnam adalah masalah lebih rumit. Para pemimpin Vietnam,
termasuk Ho Chi Minh, menghabiskan waktu di Cina, tetapi mereka telah membentuk
kesan-kesan mereka komunisme di Paris dan Moskow dan melalui Moskow-diarahkan pada
koneksi Komintern. Keberhasilan Revolusi Komunis China pada tahun 1949,
bagaimanapun, diilhami komunis Vietnam untuk melanjutkan revolusi mereka
sendiri. Hal ini juga memungkinkan mereka untuk melakukannya dengan
memperkenalkan Republik Rakyat Cina sebagai sumber penting dukungan material.
Kedua Nasional Partai Kongres, yang diselenggarakan pada tahun 1951,
mencerminkan tekad yang baru untuk mendorong maju dengan tujuan partai,
termasuk rekonstruksi masyarakat untuk mencapai tujuan komunis dan reformasi
tanah.
Model Soviet,
juga, bisa dilihat dalam praktek politik Vietnam. Di bidang prosedur hukum,
praktek birokrasi, dan manajemen industri, sistem Vietnam lebih dekat
menyerupai sistem Soviet daripada Cina. Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an,
para pemimpin VCP tertarik terutama dengan kemajuan yang dibuat dalam
pembangunan ekonomi Soviet. Pada kebanyakan kasus, bagaimanapun, kebijakan dan
institusi Vietnam, daripada mengikuti ketat untuk model baik Cina atau Uni
Soviet, cenderung menjadi respon dasarnya Vietnam untuk masalah Vietnam.
Hubungan permusuhan tradisional dengan negara-negara tetangga juga membantu
mendefinisikan budaya politik Vietnam. Lama negara keretakan dengan Kamboja dan
Cina, yang berkembang menjadi konflik terbuka pada tahun 1978 dan 1979
masing-masing, menunjukkan kebutuhan untuk melihat hubungan kontemporer dalam
perspektif sejarah. Sikap Hanoi mengenai hubungan dengan kedua tetangga
didasarkan sebanyak terbiasa dalam pola pertukaran seperti dalam keprihatinan
saat ini untuk keamanan nasional. Hal ini juga tegas berbasis di Vietnam tradisi
perlawanan terhadap kekuasaan asing, yang telah menjadi tema daya tarik besar
untuk patriot Vietnam sejak zaman dominasi Cina. Para anggota pendiri VCP
adalah elit setuju dari sebuah negara terjajah. Mereka tertarik pada
Marxisme-Leninisme tidak hanya untuk teori-teori sosial, tetapi juga karena
respon Leninis untuk penaklukan kolonial. Ho sendiri dilaporkan lebih peduli
dengan masalah imperialisme Perancis dibandingkan dengan perjuangan kelas.
Pada akhirnya
dapat dilihat bahwa Ideologi sebagai seperangkat ide mengenai asumsi struktur
sosial dan prilaku masyarakat yang diinginkan juga, dapat membentuk,
mengarahkan, bahkan menjadi katalis dalam perubahan dalam masyarakat termasuk
semangat kebangsaan dan nasionalisme kepada negara.
Kesimpulan
1. Dalam
Nasionalisme Vietnam ada dua faktor besar
yang mendasari pembentukan nasionalisme
tersebut yakni sentimen yang mengandung nilai dalam masyarakat, dan juga
ideologi yang berfungsi sebagai katalis dalam perubahan ide asumsi pemikiran
tentang negara dan bermasyarakat
2. Sentimen
yang mengandung nilai, yang menjadi salah satu faktor penting timbulnya
nasionalisme contohnya dalam
masyarakat Vietnam ada nilai-nilai keterikatan akan nenek moyang yang sama (Hung Vuong) dan juga pembawa kebudayaan
(Cultural hero) yang sama yang
mengajarkan kebudayaan dan peradaban pertama bagi masyarakat Vietnam.
3. Sentimen
dan nilai-nilai dalam masyarakat Vietnam yang salah satunya menjadi faktor
penting dalam pembentukan nilai-nilai nasionalisme adalah hubungan-hubungannya
dengan nilai-nilai dasar konfusuisme yang hierarkis dalam masyarakat.
Hubungan-hubungan masyarakat yang hierarkis, membentuk pola-pola masyarakat
yang subordinat dan dalam bentuk ektremnya mengahasilkan masyarakat yang
otoriter. Hal ini sangat berhubungan, pada proses transformasi kemudian
masyarakat Vietnam dalam hal Ideologis dimana infiltrasi nilai-nilai komunisme
menjadi mudah berkembang karena sesuai dengan semangat perlawanan masyarakat
yang terlalu hierarkis menjadi masyarakat yang tanpa kelas.
4. Nilai-nilai
ideologis dari komunisme menjadi sebuah katalis bagi nationalisme bangsa
Vietnam. Bangsa Vietnam semenjak dahulu sudah merasa terkungkung dalam sistem
masyarakat yang hierarkis sehingga sistem ideologis komunis menjadi salah satu
angin segar bagi masyarakat Vietnam untuk membebaskan diri mereka dari
kungkungan sistem yang hierarkis.
Daftar Pustaka
Referensi Buku :
Evans, G & Newnham, J. 1998. Dictionary of International Relations.
London : Penguin Books.
Brown, Radcliffe. 1958. Method In Social Anthropology.Chicago :The University Of Chicago
Press.
Huynh Sanh Thong, ed. trans The Heritage of Vietnamese Poetry.New Haven, 1979
Ronald J. Cima, ed Vietnam:.
Sebuah Studi Negara. Washington: GPO untuk Perpustakaan Kongres, 1987.
Ebenstein, William. 1994. Today`s ISMS. Jakarta :Erlangga.
Referensi Internet :
[1] Evans, G
& Newnham, J. 1998. Dictionary of
International Relations. London : Penguin Books.
[2] Brown,
Radcliffe. 1958. Method In Social
Anthropology.Chicago :The University Of Chicago Press
[3] Dikutip
dari : Huynh Sanh Thong, ed. trans The
Heritage of Vietnamese Poetry.New Haven,
1979.
[4] Dikutip
dari : Ronald J. Cima, ed Vietnam:. Sebuah Studi Negara. Washington: GPO
untuk Perpustakaan Kongres, 1987.
[5] Dikutip
dari : www.countrystudies.us (
diakses pada : 10-11-2011)
[6]
Ebenstein, William. 1994. Today`s ISMS. Jakarta
:Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar